NEFROTIC SINDROME

Posted by wawan yawarmansyah on Friday, June 3, 2011

NEFROTIC SINDROME

Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.


1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1. Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

2. Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a. Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b. Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
c. Nefrotic syndrome idiopatik
d. Sklerosis glomerulus.

3. Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.







































4. Gejala klinis.
- Edema, sembab pada kelopak mata
- Rentan terhadap infeksi sekunder
- Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
- Kadang-kadang sesak karena ascites
- Produksi urine berkurang
5. Pemeriksaan Laboratorium
- BJ urine meninggi
- Hipoalbuminemia
- Kadar urine normal
- Anemia defisiensi besi
- LED meninggi
- Kalsium dalam darah sering merendah
- Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
6. Penatalaksanaan
- Istirahat sampai edema sedikit
- Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
- Diuretikum
- Kortikosteroid
- Antibiotika
- Punksi ascites
- Digitalis bila ada gagal jantung.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara akurat

2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam.
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh

Mencegah edema bertambah berat

Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.

b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output makanan secara akurat
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.

3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk

c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik
Meminimalkan masuknya organisme


Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.

d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi Rasional
1. Validasi perasaan takut atau cemas


2. Pertahankan kontak dengan klien

3. Upayakan ada keluarga yang menunggu


4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.
Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan
Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta

Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta

Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta

Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1. Pengertian.
2. Etiologi
b. Nefrotic syndrome bawaan.
c. Nefrotic syndrome sekunder
d. Nefrotic syndrome idiopatik
e. Sklerosis glomerulus.

3. Patofisiologi.


1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
1. Pengkajian

2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
More aboutNEFROTIC SINDROME

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

Posted by wawan yawarmansyah

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS


PENGERTIAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

PATOGENESIS ENSEFALITIS
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
 Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
 Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
 Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

PENGKAJIAN
1. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll.
6. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
- Pertumbuhan dan Perkembangan

POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,
Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal.
Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992, umur 1 sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi.
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.

Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun, konsentrasi urine pekat.

Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

Pola Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM
Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.

Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.

Pola sensori dan kuanitif
a. Sensori
- Daya penciuman
- Daya rasa
- Daya raba
- Daya penglihatan
- Daya pendengaran.

b. Kognitif :

Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.

Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
- Stress fisiologi  biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
- Stress Psikologi tidak di evaluasi.

Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN I.

Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN III

Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

DAFTAR PUSTAKA

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.

Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.

Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.

Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

PATO FISIOLOGI ENSEFALISTIS
Virus / Bakteri


Mengenai CNS


Insevalitis



Tik Kejaringan Susu Non Saraf Pusat Panas/Sakit kepala


Muntah- muntah Kerusakan- kerusakan susunan Rasa Nyaman
Mual Saraf Pusat


BB Turun
- Gangguan Penglihatan Kejang Spastik
- Gangguan Bicara
Nutrisi Kurang - Gangguan Pendengaran Resiko Cedera
- Kekemahan Gerak Resiko Contuaktur


- Gangguan Sensorik
Motorik

PATO FISIOLOGI GIZI KURANG
Asupan Makanan Kurang


Defisiensi Protein Energi ( EDP ) Defisiensi Vitamin A




gangguan Penurunan keadaan aktivitas Hb sintensis ennim
pertumbuhan albumin fagosit


BB rendah oediem/asites Daya tahan thd anemia ganguan Pencernaan
Infeksi dan metabolisme
Gangguan
Pengankutan O2
Nutrisi gangguan integritas mudah infeksi gangguan nutrisi
Kurang kulit /terkena infeksi

More aboutASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

Posted by wawan yawarmansyah

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)
PATHWAYS

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin
usus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan
perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)





D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
• Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
• Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
• Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon
• Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)



H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
• Berri minum yang cukup
• Berikan kompres air biasa
• Lakukan tepid sponge (seka)
• Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
• Pemberian obat antipireksia
• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
• Menilai status nutrisi anak
• Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
• Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
• Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
• Mempertahankan kebersihan mulut anak
• Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

3. Mencegah kurangnya volume cairan
• Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
• Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
• Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
• Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)



I. DISCHARGE PLANNING
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)


DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk

More aboutASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS DIABETES MILLITUS

Posted by wawan yawarmansyah

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA KASUS DIABETES MILLITUS

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan sistem endokrin yang sering menyerang anak usia sekolah.

PATHOGENESIS
Disfungsi dari sel – sel beta pulau langerhans di panereas yang dapat disebabkan oleh adanya tumor, pangkreatitis, penggunaan Corticosteroid yang akan mengganggu sekresi insulin. Tiga efek utama gangguan / kekurangan insulin :
Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel – sel tubuh dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah.
Peningkatan nyata mobilisasi lemak dari daerah – daerah penyimpanan lemak menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Dapat juga defisit insulin akan terjadi perubahan metabolic : Transport glukosa yang melintasi membran sel – sel berkurang. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan kedalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurahkan kedalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak sehingga menyebabkan konsetrasi glukosa melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poli uri) akan timbul rasa haus (polidipsi), karena kalori negatif dan berat badan berkurang rasa lapar semakin besar (palipagi) mungkin timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
Pada anak Diabetes terjadi rata – rata, penurunan produsi insulin akan berakibat penurunan kemampuan memperoleh energi yang berasal dari nutrisi yang dibutuhkan
oleh anak. Karena kehilangan berat badan dan pertumbuhan yang lambat, gabungan kegagalan akan memambah berat badan dan mengurangi energi secara tiba – tiba yang akan membawa perhatian kesehatannya seberapa jauh. Anak mungkin melihat kesehatannya dari gejala sampai terlihat jelas.
Gejala – gejala tersebut biasanya disertai dengan penurunan berat badan atau kegagalan untuk memambah berat badan dan kekurangan energi. Gejalanya biasanya terjadi secara tiba – tiba. Jika seorang anak tidak tampak adanya gejala, dan mengarah kediagnos, mungkin gangguan tersebut akan berkembang pada asidosis Diabetes karena tidak adekuatnya produksi insulin, karbohidrat tidak dapat dipakai sebagai bahan bakar penghasil energi, kemudian lemak dimobilisir untuk energi yang proses oksidasinya tidak lengkap, akan menghasilkan ketone bodies (acetone, acid diacetid, oxybatyric acid) terjadi penumpukan keton bodies siap di ekskresi ke dalam urine, tetapi di dalam ekresi akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan acidosis dengan karakteristik.

GEJALA
Pada timbul dibetes mellitus ada rasa haus, penurunan berat badan, kencing banyak, lesu dan ngompol waktu malam. Gejala – gejala ini mampak selama beberapa minggu.
Ketoasidosis yang nampak pada anak harus diperlakukan sebagai keadaan gawat dan anak harus dirawat dirumah sakit.
Insulin komponen tunggal berisi porsin murni (misalnya Actrapid MC atau Leo Neutral) diberikan melalui infus pelan menggunakan pompa infus yang memberikan 2,5 atau 5 unit perjam secara teratur tergantung usia anak. NaCl 0,9  diberikan secara intravena sampai gula darah mendekati harga normal (11 mmo1/1) kemudian diganti dengan NaCl 0,45 % ditambah Dekstrosa 5 %. Natrium bikarbonat dan garam kalium ditambahkan bila perlu.
Pada penyembuhan secara bertahap diberikan diet yang sesuai tergantung usia anak. Insulin diberikan sesuai hasil pemeriksaan air kencing sebelum makan. Dalam waktu singkat anak makan seperti biasa dan dapat dimulai dengan insulin “ long acting “ sebagai pengobatan pemeliharaan.
Rapitard MC (Novo) 1 atau 2 kali sehari atau gabungan seperti :
Monotard MC (Novo) + Actrapid MC (Novo) pagi hari atau
Leo Retard + Leo Neutral pada pagi hari
Anak usia 6 tahun keatas dapat diajar memakai insulinnya dengan pengawasan ibunya. Tempat suntikan dipindah setiap hari dari depan / sisi lateral pada mengikuti pola tertentu. Mereka harus memeriksa air kencing mereka setengah jam sebelum makan. Kandung kencing harus dikosongkan setengah jam sebelum mendapatkan bahan pemeriksaan yang menggambarkan glukosa darah waktu itu.
Glukose merupakan sumberenergi utama untuk sel. Insulin merupakan fasilitas peningkatan glukosa intravaskuler melalui muskulus dari cell lemak, memfasititasi penyimpanan glukosa menjadi glikogen didalam liver dan sel muskulus dan secara tidak langsung mencegah metabolisme lemak, kekurangan insulin berperan penting terjadinya hyperglikemia karena glucosa intravascular tidak akan masuk ke dalam sel. Lever merespon kekurangan glukosa intraselluler melalui glukoncogenesis dan glyconolysis dan lebih lanjut akan memperberat hyperglikemia. Hyperglikemia menyebabkan diuresis osmotic yang berlanjut kehilangan cairan ekektrolit dan rata – rata akan terjadi dehidrasi.
Ketidakmampuan glukosa masuk ke sell, memacu katabolise di proses katabolisme tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai energi dan walaupun intake makanan meningkat terjadi penurunan berat badan. Ketika lemak digunakan sebagai energi, liver merubah peningkatan lemak bebas didalam darah menjadi ketone bodies. Penumpukan sirkulasi akumulasi keton bodies akan mempengaruhi PH darah yang akan mempengaruhi ketoacidasi. Selama acidosis potassium (kalium) tubuh menurun secara signifikan. Tanda – tanda kenaikan aceton dan ketoacid ialah pernafasan berbau buah – buahan, kussmaul, nyeri abdominal, muntah. Saat terjadi muntah cairan banyak keluar dan terjadi gangguan keseimbangan dan diperlukan peningkatan intake, dan kondisi anak dapat lebih cepat memburuk.
Anak dengan diabetes dengan riwayat poliuri, polidipsi, poliphagia dan penurunan berat badan, banyak yang mengalami ketoacidosis. Anak dengan diabetes ketoacidosis dengan tanda – tanda klasik dan hyperglikemia (glokusa darah lebih dari 300 mg / dl), ketonemia, acidosis / PH < 7.30, bicarbnat < 15 mEq / 1, glucosuria, ketonuria. Fokus treatment anak dengan diabetes keseimbangan metabolisme. Treatment jangka panjang berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan memberi tekanan tidak bergantung dan mengurangi efek psychososial. Treatment termasuk pendidikan anak dan keluarga untuk monitoring glukosa, pemberian insulin, diet, exercise, management, hyperglydemia dan hypoglikemia. DIAGNOSIS Hati – hati obsevasi gejala / tanda di dalam anggota keluarga yang mempunyai riwayat Diabetes, misalnya frekwensi BAK, rasa haus, kehilangan berat badan dan yang merupakan reseko tinggi diharapkan untuk secara rutin periksa, dengan finger stickglucose monitoring atau test glicosuria apabila level glukosa darah > 200 mg / dl atau glycosuria, dan adanya tanda poliuria dan penurunan berat badan, polipagia.
Walaupun test toleransi glukosa dapat menggambarkan Diabetes pada dewasa, tidak dapat digunakan untuk anak – anak. Test oral glukosa toleransi sering tidak cocok / mendapatkan sukses pada anak karena mereka memuntahkan glukosa padat / pekata yang seharusnya ditelan.
Treatment untuk anak diabetes melibatkan keluarga anak dan tim kesehatan (perawat, gizi, dokter). Setelah anak terdiagnosa Diabetes, untuk beberapa waktu akan masuk rumah sakit, sampai keadaan stabil dibawah supervisor. Untuk beberapa saat perawat harus memahami perasaan emosi klien.
Reaksi insulin yaitu shock. Hipoglikemia, karena kebanyakan insulin akan mengakibatkan kecepatan metabolisme glukosa di dalam tubuh, saat terjadi perubahan di dalam tubuh yang seharusnya dengan syarat, kesembronoan dalam diet, kesalahan dalam pengukuran insulin atau berlebihan exercise karena Diabetes pada anak mudah labil. Tanda hypoglikemia irritabilitas, diaphoresis, mengantuk, perubahan tingkat kesadaran. Tanda hyperglikemia : polipagia, poliuri, membran mucosa kering, letargi, perubahan tingkat kesadaran.
Pada anak – anak reaksi insulin sering terjadi lebih pagi, oleh karena itu dibutuhkan observasi lebih dini selama malam hari ( setiap 2 jam ). Oleh karena itu monitoring glukosa darah harus dilakukan lebih pagi khususnya bila di Rumah Sakit.
Teatment bila terjadi reaksi insulin, anak diberikan gula, permen, orenge juice atau salah produk yang digunakan untuk penanganan emergency lalu konsultasi dokter bila anak tidak dapat peroral, dapat diberikan glikogen subcutan untuk meningkatkan glukosa darah. Glukogon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pancreas, dimana peninggian kadar glukosa darah akan membebaskan insulin ( pada normalnya orang ) tetapi glukosa darah menurun statimulasi pembebasan glikogen. Pembebasan glukoge di dalam darah akan meningkatkan penghancuran glukogen dihati dan glukosa dihasilkan.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
Penurunan berat badan
Appetiti
Polydipsia
Dehidrasi
Irritablity
Kelemahan
Tinggi badan, berat badan
Kelembaban kulit
Turgor
Tanda – tanda vital
Kolekting urine spesimen
Gukosa darah meningkat
Perkembangan anak usia sekolah.


Psikososial :
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain

Psikoseksual :
Berorentasi pada sosial, kelompok bermain
Mulai berkembang intelektual dan socsal

Intelektual :
Mulai berpikir logis, terarah, dapat mengelompokkan fakta –fakta berfikir abstrak
Mengatasi masalah secara nyata dan sistematis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan insulin
2. Tidak efektifnya koping keluarga ; kompromi berhubungan dengan perawatan rumah dalam mencegah hypo dan hyperglikemia
3. Ketakutan anak berhubungan dengan pemberian insulin
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari berhubungan dengan, penurunan produksi insulin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi / sensori
6. Kecemasan anak / keluarga berhubungan dengan diagnosis diabetes dan komplikasi
7. Gangguan selfesteem berhubungan dengan penyakit kronik dan ketergantungan insulin

PERENCANAAN DAN IDENTIFIKASI OUT COME
Tujuan secara garis besarnya adalah :
Mencegah injuri dan infeksi
Eliminir ketakutan saat pemberian insulin
Maintenance nutrisi yang adekuat
Self konsep yang positif
Tidak bergantung
Untuk keluarga menjaga agar anak tidak terjadi hipoglikemia, pemberian insulin nutrisi untuk anak
Untuk anak agar dapat belajar merawat diabet supaya terhindar dari komplikasi.



Mencegah injuri
Monitoring level glukosa darah; 2 kali sehari, sebelum makan pagi dan makan malam
Membantu expresikan perasaan ketakutan saat dilakukan test glukosa darah ( finger stick )
Fase sekolah ; Industri  tertarik dengan informasi agar anak kooperatif
Monitor tanda – tanda hiperglikemia

Meningkatkan koping keluarga dalam manajemen hypoglikemia dan hyperglikemia
Pendidikan / HE tentang tanda – tanda hypoglikemia dan hyperglikemia dan bagaimana penanganan seperlunya untuk mengatasi
Cara penanganan apabila gula darah < 60 mg/dl, juice, gula, soda non diet, apabila glukosa tidak dicek beri karbohidrat simple apabila ada tanda hipoglikemia Apabila anak mendapat therapi glukagon atau dextrose dari dokter, ajari bagaimana pemberian glukagon secara intra muscular Anjurkan anak membawa bekal dan dimakan apabila ada tanda – tanda hipoglikemia (bekalnya karbohidrat complex misalnya cake, crakers, roti, kacang dan sebagainya ) Catat pola terjadinya hipoglikemia dan buat jadwal rencana pengambilan keputusan agar tidak terjadi hipoglikemia Apabila anak mengalami sakit ( panas, infeksi, muntah, mual, tidak mau makan ) hubungi dokter Ajari cara pemberian insulin secara subcutan Memastikan tepat dan adekuatnya nutrisi Melibatkan anak dalam rencana pemberian nutrisi Membantu anak agar ikut terlibat dalam program diet Apabila anak akan pulang terlambat untuk makan siamg dianjurkan membawa makanan karbohidrat komplek Anjurkan anak agar dapat bagaimana mengatasi makan di sekolah dan lingkungan sosial Mencegah infeksi dan kerusakan kulit Ajarkan cara mengobservasi, tentukan kulit setiap hari ( setelah mandi ) biasanya yang mudah mengalami kerusakan pada lipatan – lipatan ( axilla, paha ) Perhatikan penggunaan sepatu yang baik Observasi kedua kaki untuk pecah –pecah, potong kuku sesuai garis, gunakan kaos kaki yang bersih dan jangan tidak menggunakan pengalas kaki Infeksi yang sering adalah sistem urinary dan sistem respirasi atas ajarkan mengenal tanda – tanda infeksi urinary ; gatal, rasa panas pada sistem urinary bila terjadi hubungi dokter Mengurangi kecemasan anak dan keluarga Anjurkan kepada anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya ( rasa bersalah, marah, penolakan ) Anjurkan banyak membaca untuk menambah pemahaman tentang penyakitnya Berikan informasi yang jujur dan jelas Meningkatkan self care dan self esteem yang positif Anjurkan untuk saling mengunjungi antar anak yang sakit Menjelaskan bahwa anak diabetes dapat melakukan aktifitas yang sama seperti anak lainnya EVALUASI Anak tidak mendapat injuri Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara penanganan hypoglikemia dan hyperglikemia Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara pemberian insulin Anak dan keluarga dapat menunjukkan nutrisi yang dibutuhkan Anak tidak mendapatkan kulit yang rusak atau infeksi Anak dan keluarga dapat menunjukkan perawatan dirumah untuk jangka panjang Anak dan keluarga dapat menunjukkan sikap positif didalam segala kondisi KEPUSTAKAAN Dr. Sidhartani Zain. (1981), Ilmu Kesehatan Anak Untuk Perawat, Ikip Semarang, Semarang. Dr. Sidhartani Zain. (1991), Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang. Marilynn. E. Doenges, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
More aboutLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS DIABETES MILLITUS

Identifikasi Strategi Pembelajaran Matematika dalam Menyikapi Pergeseran Paradigma dari Teacher centered ke Student centered pada Guru SMP/MTs Negeri di Kota Mataram

Posted by wawan yawarmansyah

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak dulu hingga saat ini, orang sudah sering mengungkapkan fakta tentang rendahnya minat siswa atau bahkan tingginya ketakutan siswa pada pelajaran Matematika. Hal ini merupakan salah satu dampak dari adanya kesalahan proses pembelajaran yang menyebabkan siswa yang pada dasarnya suka pada pelajaran Matematika, namun seiring waktu harus merasa jenuh karena mereka merasa terus disuapi dengan angka-angka dan merasa ketakutan karena harus berpikir keras menguras otak untuk mendapatkan jawaban dari suatu perhitungan. Fenomena lain yang juga nyata terlihat bahwa mungkin saja ada beberapa siswa dengan mudah menebak dan menemukan solusi dari suatu perhitungan matematika namun solusi tersebut mereka peroleh tanpa adanya proses mengerti.
Usaha untuk memperbaiki kesalahan proses pembelajaran matematika telah berlangsung sejak lama dan hingga kini masih berlanjut, termasuk didalamnya berkaitan dengan kurikulum pelajaran Matematika. Kurikulum pelajaran Matematika telah mengalami 5 kali pergantian, yaitu kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, suplemen kurikulum 1999, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kini diganti pula dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah diserukan oleh pemerintah untuk diterapkan mulai tahun ajaran 2006/2007.
BAB I
Salah satu tuntutan penting KBK adalah adanya perubahan paradigma atau reorientasi terhadap proses pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
Perubahan dari pembelajaran yang mekanistik, dan berpusat pada guru (teacher centered), serta besifat “mencekoki” (telling/transfering) ke pembelajaran yang kreatif, berdasarkan masalah real yang dekat dengan kehidupan siswa (contextual) dan berorientasi pada siswa aktif (active learning/student centered), serta mendorong siswa untuk menemukan kembali (reinvention) dan membangun (construction) pengetahuan secara mandiri (Sudiarta, 2005:330).
Karnadi (2006:1) mengungkapkan bahwa implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di mayarakat. Hal ini berkaitan dengan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktur dan kini menjadi fasilitator pembelajaran.
Selanjutnya usaha perbaikan kesalahan proses pembelajaran matematika dari segi yang lebih sempit, yaitu strategi pembelajaran. Sentyasa (2003:125) menyatakan bahwa beberapa strategi dalam mengembangkan kemandirian peserta didik, antara lain dengan menerapkan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), belajar melalui modul dan paket belajar. Pengajaran berprogram strategi-strategi belajar tersebut dapat terlaksana apabila lembaga pendidikan, utamanya sekolah, didukung oleh bahan pustaka yang memadai dan pusat sumber belajar.
Namun dewasa ini pada umumnya strategi belajar lebih difokuskan pada penggunaan pendekatan, metode, dan media pembelajaran. Penggunaan pendekatan, metode, dan media dalam suatu kegiatan pembelajaran harus dirancang secara cermat. Guru senantiasa perlu memperhatikan karakteristik pokok bahasan, TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus), materi, dan siswa. Kecermatan guru dalam memahami karakteristik ini sangat menentukan ketepatan pemilihan pendekatan metode dan media (Heryanto, 2001:874).
Akhir-akhir ini maraknya para peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menerapkan pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia), dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Pembelajaran dengan pendekatan CTL harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima“ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mareka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru (Depdiknas, 2004 : 11).
PMRI merupakan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik (pembelajaran yang dimulai dengan hal-hal nyata) yang memberikan kesempatan pada anak untuk saling bekerja sama dalam pembelajaran, jadi pembelajaran ini tidak fokus pada guru (Qozimah, 2005:3).
Hal yang biasa terdengar di telinga kita bahwa umumnya siswa takut dengan pelajaran Matematika, ketakutan siswa ini berusaha digantikan menjadi suatu hal yang menyenangkan melalui pembelajaran dengan pendekatan PAKEM. Dari hal menyenangkan diharapkan siswa mampu dengan sendirinya menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas, titik kesamaan dari adanya implementasi kurikulum baru yaitu KBK dan KTSP yang saat ini sedang gencar diterapkan di sekolah-sekolah serta maraknya penerapan pendekatan-pendekatan baru pada pelajaran Matematika adalah usaha untuk mengubah paradigma (reorientasi) pembelajaran matematika dari teacher centered ke student centered. Akibatnya, para guru matematika memiliki tugas berat untuk menerapkan perubahan paradigma pembelajaran ini.
Guru matematika harus pintar memilih dan menerapkan strategi-strategi pembelajaran matematika yang sesuai dengan kondisi siswa di kelas, khususnya siswa yang duduk di bangku SMP/MTs. Anak-anak SMP/MTs pada umumnya masih memiliki sifat kekanak-kanakan karena peralihan dari SD (Sekolah Dasar). Guru di SMP/MTs tidak hanya dituntut mempunyai kemampuan mengajar yang baik tetapi juga kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran. Itu berarti penguasaan terhadap bidang ajaran (subject matter) bukan lagi menjadi tekanan utama. Sebaliknya bagaimana mengelola kelas dan mengemas bahan ajar secara menarik sehingga dapat merangsang minat belajar siswa.
Untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat, diharapkan kota Mataram yang dikenal sebagai kota pendidikan sekaligus Ibu Kota Nusa Tenggara Barat telah mampu menemukan dan menerapkan strategi-strategi pembelajaran matematika untuk menyikapi perubahan paradigma ini.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti masalah ini dengan mengambil judul penelitian “Identifikasi Strategi Pembelajaran Matematika dalam Menyikapi Pergeseran Paradigma dari Teacher centered ke Student centered pada Guru SMP/MTs Negeri di Kota Mataram”.

1.2 Fokus Penelitian
Untuk memperoleh kedalaman studi dalam konteksnya, maka situasi sosial yang ditetapkan sebagai tempat penelitian adalah SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.
Situasi sosial yang diambil dalam penelitian ini adalah single social situation yaitu satu situasi sosial yang terdiri atas satu orang, dengan aktivitas tertentu dan tempat tertentu, sehingga subyek penelitian yang diambil adalah satu orang guru untuk masing-masing situasi sosial yang telah ditetapkan.
Untuk mempertajam penelitian, peneliti menetapkan fokus penelitian (batasan masalah). Fokus penelitian ditetapkan berdasarkan teori-teori dan referensi yang telah ada. Adapun Fokus penelitian diarahkan pada :
1. Pengetahuan guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram tentang pembelajaran student centered.
2. Perencanaan pembelajaran student centered yang disiapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.
3. Proses pelaksanaan pembelajaran student centered yang dilakukan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.
4. Teknik penilaian pembelajaran student centered yang diterapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian yang ditetapkan tersebut, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana pengetahuan guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram tentang pembelajaran student centered?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran student centered yang disiapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram?
3. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran student centered yang dilakukan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram, khususnya metode, pendekatan, dan media yang digunakan dalam pembelajaran serta bagaimana keaktifan siswa?
4. Bagaimana teknik penilaian pembelajaran student centered yang diterapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram?

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi pembelajaran matematika menyikapi pergeseran paradigma dari teacher centered ke student centered pada guru SMP/MTs Negeri di Kota Mataram. Namun secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengetahuan guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram tentang pembelajaran student centered.
2. Perencanaan pembelajaran student centered yang disiapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.
3. Proses pelaksanaan pembelajaran student centered yang dilakukan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram. khususnya metode, pendekatan, dan media yang digunakan dalam pembelajaran serta bagaimana keaktifan siswa.
4. Teknik Penilaian pembelajaran student centered yang diterapkan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram.

1.5 Manfaat Penelitian
Bila tujuan penelitian ini dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat teoritis dan praktis.
1.5.1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah corak ilmu pengetahuan khususnya dalam profesi keguruan pada aspek strategi pembelajaran matematika. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk penelitan lebih lanjut.
1.5.2 Manfaat praktis
Bila proses perencanaan, pelaksanaan, dan teknik penilaian pembelajaran student centered yang dilakukan oleh guru SMPN 1 Mataram, SMPN 2 Mataram, SMPN 6 Mataram, SMPN 15 Mataram, dan MTsN 1 Mataram telah ditemukan, maka akan bermanfaat untuk :
a) Guru
Sebagai masukan mengenai strategi pembelajaran matematika dalam rangka menyikapi pergeseran paradigma dari teacher centered ke student centered bagi guru matematika SMP/MTs khususnya guru yang masih menggunakan strategi pembelajaran teacher centered.

b) FKIP
Dapat dijadikan acuan dalam mempersiapkan lulusan yang berkompeten dan dapat lebih banyak membekali lulusannya dengan pengetahuan tentang strategi pembelajaran matematika yang student centered.
c) Mahasiswa
Agar mahasiswa calon guru khususnya mahasiswa FKIP program studi pendidikan matematika dapat lebih mempersiapkan diri menghadapi tantangan yang lebih besar yang berkaitan dengan penerapan strategi pembelajaran menyikapi perubahan paradigma pembelajaran matematika dari teacher centered ke student centered.
d) Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan mengenai strategi pembelajaran matematika student centered serta dapat melihat langsung bagaimana implementasinya.
e) Lembaga penelitian
Bagi lembaga penelitian maupun perorangan dapat dijadikan titik tolak dalam melakukan penelitian lanjutan mengingat keterbatasan dalam penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Pembelajaran Matematika
Sudjana (2000:6) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran guru menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, guru, alat pelajaran dan sebagainya sehingga tercapai tujuan pelajaran yang ditentukan.
Sedangkan menurut Aqib (2002:41), pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar siswa.
Winataputra (1997:2) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan sarana untuk memungkinkan terjadinya proses belajar dalam arti perubahan perilaku individu melalui proses yang diciptakan dalam rancangan proses pembelajaran. Pembelajaran harus melahirkan proses belajar melalui berbagai aktivitas yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.
Hamzah (2006:145) mengemukakan bahwa dalam strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural yang berdasarkan karakteristik siswa. Strategi pembelajaran merupakan hasil nyata yang digunakan untuk mengembangkan material pembelajaran, menilai material yang ada, merevisi material, dan merencanakan kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode atau pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menetapkan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi (Sanjaya, 2007:124).
Sedangkan menurut Ahmadi (2005:12) strategi berarti pilihan pola belajar mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif.
Mengadopsi definisi-definisi di atas dalam pembelajaran matematika, berarti strategi pembelajaran matematika adalah upaya pendidik dalam mengorganisasi baik dalam merencanakan berupa penggunaan pendekatan, metode, dan sumber daya pembelajaran yang berdasarkan karakteristik siswa maupun dalam mengembangkan, menilai, dan merevisi material pembelajaran matematika yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pelajaran Matematika secara efektif.
2.2 Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma adalah kerangka berpikir atau model dalam teori ilmu pengetahuan. Sesuai dengan definisi tersebut, tentunya orang-orang yang bergelut di bidang pendidikan menginginkan adanya suatu kerangka berpikir yang dapat dijadikan model (paradigma) baru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pelajaran Matematika karena memang belajar maupun mengajar matematika tidaklah mudah.
Perubahan paradigma ini tentunya memiliki latar belakang yang perlu kita ketahui khususnya bagi guru matematika maupun kalangan pendidikan matematika lainnya. Dengan memahami secara memadai latar belakang perlunya dilakukan perubahan paradigma pembelajaran matematika maka diperoleh semangat positif dalam mengembangkan model dan strategi pembelajaran yang sesuai dan berdampak pada kualitas pembelajaran matematika di kelas serta berdampak positif pula terhadap sikap, minat, apresiasi, dan prestasi siswa dalam pelajaran Matematika.
Menurut Sudiarta (2005:321), dari hasil penelitiannya terdapat 4 dasar pemikiran perubahan paradigma dalam pembelajaran matematika yang dapat dijadikan latar belakang munculnya paradigma baru dalam pendidikan matematika, khususnya latar belakang perlunya perubahan dalam pembelajaran matematika yaitu dasar faktual, dasar filosofis, dasar metodologis, dan dasar kurikulum.

1. Dasar Faktual
Selama ini orang lebih memperhatikan tentang rendahnya prestasi belajar matematika siswa yang ditunjukkan dengan angka-angka, namun sangat jarang orang mencermati bagaimana proses pembelajaran matematika sehingga terjadi rendahnya prestasi belajar matematika siswa tersebut.
Proses pembelajaran matematika sangat bergantung pada kualitas pembelajaran di sekolah dan fakta yang ditemukan bahwa kualitas pembelajaran matematika di sekolah masih rendah karena pembelajaran matematika di kelas pada umumnya masih dengan rutinitas yang sama yaitu kegiatan yang diawali dengan penjelasan konsep yang diperjelas dengan contoh, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal-soal matematika, sehingga tak jarang ditemukan banyak siswa yang merasa kesulitan ketika disuruh menyelesaikan soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru.
Kesulitan yang dirasakan oleh siswa dipengaruhi oleh penyajian masalah matematika dalam bentuk tertutup yaitu masalah (soal) matematika yang dirumuskan hanya memiliki satu jawaban yang benar dan satu cara pemecahan. Fakta ini menuntut adanya perubahan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran matematika tidak berkutat hanya pada penyampaian masalah tertutup namun lebih kepada pembelajaran yang benar-benar memberikan kekuatan lebih besar kepada siswa sehingga ide-ide yang telah ada dalam pikiran mereka dapat dijadikan konsep yang lebih bermakna.
Dengan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika, diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir sesuai dengan enam jenjang kognitif yang dikemukakan oleh Bloom yaitu : 1) tahap pengetahuan, berupa kemampuan mengerjakan algoritma rutin; 2) tahap pemahaman, berupa pemahaman konsep, prinsip, aturan, generalisasi, dan struktur matematika; 3) tahap aplikasi, berupa kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara pada situasi baru; 4) tahap analisis, berupa kemampuan untuk menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil serta mampu untuk memahami hubungan di antara bagian-bagian tersebut; 5) tahap sintesis, berupa kemampuan untuk menyusun kembali elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam penyelesaiannya; 6) tahap evaluasi, berupa kemampuan untuk mendapatkan pertimbangan terhadap suatu situasi, ide, dan metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria.
Tak hanya dari segi kognitif, perubahan pembelajaran matematika juga diharapkan dapat meningkatkan ranah kognitif maupun afektif siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif.

2. Dasar Filosofis
Cara pandang atau persepsi terhadap suatu hal sangat mempengaruhi perlakuan atau interaksi seseorang dengan hal tersebut. Begitu juga dengan cara pandang atau persepsi terhadap matematika. Proses penyusunan kurikulum matematika (isi, pendekatan, strategi, dan prosedur evaluasi pembelajaran) dan pembelajaran matematika di kelas dipengaruhi oleh cara pandang atau persepsi terhadap matematika. Secara historis dan filosofis, ada beberapa cara pandang matematika yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan yang berdampak pada terbentuknya metode dan perlakuan terhadap siswa dalam pembelajaran matematika.
Ada beberapa cara pandang matematika yang sejalan dengan kaum behavioristik yang memunculkan adanya pembelajaran teacher centered, antara lain the platonic view yaitu pandangan yang berasumsi bahwa matematika cenderung hanya cocok untuk orang berbakat saja, jadi bagi orang yang tidak memiliki bakat tersebut akan sia-sia saja usaha mereka untuk memahami palajaran matematika.
Pandangan the platonic view senada dengan the instrumentalist view, yang memandang matematika itu sebuah keranjang alat-alat (a bag of tools) yang terdiri atas kumpulan prosedur dan teknik menghitung atau a body of computational rules and prosedure (Resnick dalam Sudiarta, 2005:325). Implikasi pandangan ini adalah dominannya pembelajaran matematika yang menekankan penguasaan fakta-fakta, prosedur, dan teknik-teknik atau algoritma rutin matematika, sehingga pembelajaran sering direduksi menjadi training dan drill rutin mengerjakan soal matematika. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa sejak lama pembelajaran matematika di sekolah-sekolah didominasi oleh metode pembelajaran yang diilhami oleh pandangan tersebut di atas.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan muncullah beberapa pandangan yang barlawanan dengan pandangan tadi yaitu pandangan yang memposisikan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered) yang memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. pandangan-pandangan tersebut antara lain the problem solving view, yang memposisikan matematika itu bukan sebagai pengetahuan akhir, tetapi sebagai continually expanding field of human creation and invention (Ernest dalam Sudiarta, 2005:326). Pandangan inilah yang mengilhami perubahan pendekatan pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran berpendekatan pemecahan masalah.
Pandangan the problem solving view sebenarnya bukanlah suatu yang baru, paling tidak secara historis dan filosofis, pernah diwakili oleh filosuf idealis seperti George Berkeley (1753), Immanuel Kant (1780), namun sekitar awal tahun 1970-an pandangan ini muncul lagi dalam bentuk constructivism dan mendapat sambutan luas di dunia pendidikan.
Esensi dari pandangan konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila itu dimungkinkan informasi itu menjadi milik mereka sendiri (Depdiknas, 2004:11) sehingga kontruktivisme ini mengilhami terjadi pergeseran paradigma dalam pendidikan matematika, terutama di negara-negara barat seperti Belanda dan Jerman. Belanda dengan bendera Realistic Mathematics dan Jerman dengan bendera Cognitive Mathematics sama-sama mengklaim bahwa pelajaran Matematika merupakan human activity baik mental maupun fisik berdasarkan real life yang dapat dilakukan oleh semua orang.

3. Dasar Metodologis
Karena mengajar matematika tidaklah mudah, maka diperlukan suatu pedoman dalam mengajar matematika yang benar-benar menjadikan siswa mengalami apa yang dialami bukan hanya ”mengetahui”nya. Para ahli atau peneliti dalam bidang matematika berpendapat bahwa tidak cukup mengandalkan teori psikologi atau metode-metode umum dalam ilmu psikologi sebagai pedoman dalam mengajar matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa tidak selamanya teori sejalan dengan kenyataan yang ada, walaupun teori tersebut terbentuk dari adanya penelitian terhadap suatu kenyataan.
Melihat kenyataan tersebut sudah seharusnya disediakan ”ilmu psikologi khusus” sebagai cabang ilmu yang mewadahi penelitian pendidikan yang ”menyentuh” substansi matematika itu sendiri. Sebagai contoh, tidaklah cukup mengatakan bahwa metode belajar tertentu, metode kartu kerja misalnya, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika tanpa menyentuh dan menguraikan apa konsep matematika yang dituangkan dalam lembaran kartu kerja tersebut, mengapa konsep matematika tersebut dituangkan dalam lembaran kartu kerja, dan bagaimana implementasi konsep matematika itu dituangkan dalam kartu kerja tersebut.
Dengan adanya dasar filosofi yang berupa pandangan-pandangan tentang matematika seperti yang telah diuraikan di atas, memunculkan pertanyaan implikasi metodologis yaitu pendekatan dan metode pembelajaran apa yang sesuai untuk masing-masing cara pandang atau persepsi terhadap matematika tersebut. Jika matematika itu di pandang sebagai proses konstruksi human thinking (konstruktivisme) maka pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma pembelajaran saat ini yaitu CTL (Contextual Teching and Learning) dan PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia) yang diadopsi dari RME (Realistic Mathematic Education) yang dibentuk dan dikembangkan oleh Belanda.

4. Tuntutan Kurikulum
Amerika dengan NCTM-nya (National Council of Teachers of Mathematics) dapat dipandang sebagai kiblat reformasi dan inovasi pembangunan kurikulum matematika sedunia. Sejak Agenda For Action (1980) diluncurkan, NCTM merekomendasikan bahwa problem solving menjadi fokus pendidikan dan pembelajaran matematika. Walaupun agak terlambat kini diadopsi dengan baik dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah diujicobakan dan dikembangkan di Indonesia sejak tahun 2001. Namun sejak tahun 2006 pemerintah Indonesia telah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Baik KBK maupun KTSP menuntut adanya perubahan paradigma terhadap proses pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar siswa, namun dalam KTSP guru diharapkan dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bahan ajar sesuai kebutuhan sekolah.

2.3 Paradigma Pembelajaran dari Teacher centered ke Student centered
Sebelum munculnya istilah pembelajaran teacher centered, telah sering terdengar istilah-istilah seperti pembelajaran konvensional atau pembelajaran teacher oriented. Seperti yang diungkapkan oleh Wicaksono (2007:1) bahwa pada dasarnya, ketiga bentuk pembelajaran yaitu pembelajaran teacher centered, teacher oriented maupun pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran kaum behavioristik.
Wicaksono (2007:1) dalam artikelnya mengungkapkan bahwa kalangan behaviorist berasumsi bahwa : 1) Proses belajar dapat berlangsung dengan tanpa mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik. Potensi peserta didik hanya menentukan tingkat kecepatan perubahan perilaku sebagai hasil belajar; 2) Proses belajar dapat berlangsung tanpa mempertimbangkan kesadaran dan kemauan peserta didik.
Wicaksono (2007:1) juga mengungkapkan bahwa kaum behaviorist ini mengembangkan sebuah model pembelajaran teacher centered. Tujuan Pembelajaran ditentukan oleh pengajar atau institusi, peserta didik tidak perlu punya kehendak sendiri. Segala macam potensi peserta didik harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang implikasinya sebagai berikut :
• Materi pelajaran hanya ditentukan oleh institusi dan pengajar. Pengajar aktif menerangkan materi pelajaran, peserta didik hanya memasukkan materi tersebut ke dalam otaknya. Setelah periode tertentu dilakukan evaluasi berupa menjawab soal-soal yang berasal dari materi yang diterangkan tadi. Bisa dikatakan, guru telah menjadi satu-satunya sumber belajar peserta didik.
• Model reward dan punishment merupakan satu-satunya cara untuk merangsang motivasi belajar. Pengkondisian ini harus diakui cukup berhasil. Pengejaran tersebut seolah telah menjadi tujuan belajar itu sendiri. Mereka telah melupakan bahwa belajar adalah untuk mengembangkan segala potensi diri dan memperoleh keterampilan untuk hidup mereka kelak.
• Tak jarang menjadikan peserta didik sebagai alat mencapai kebanggaan institusi. Salah satu kriteria untuk disebut sekolah unggul adalah jika sebagian besar besar lulusannya memperoleh Danem tinggi. Untuk mencapai itu, kebanyakan sekolah-sekolah kita memberi pelajaran tambahan untuk latihan mengerjakan soal-soal yang di-UAN-kan. Akibatnya, segala potensi, kemauan, dan waktu peserta didik terserap ke sini.
Dewasa ini, telah banyak penelitian yang mengungkapkan perlunya bahkan suatu keharusan untuk mengubah paradigma pembelajaran dari teacher centered ke student centered.
”Pembelajaran student centered (student centered learning) merupakan pembaharuan metode pembelajaran konvensional teacher centered learning” (UNAS, 2004:1).
Sentyasa (2003:126) menarik kesimpulan sebagai berikut :
”Dalam rangka mengatasi kelemahan-kelemahan pendidikan esensialis dan behavioristik, sistem pendidikan hendaknya menerapkan paradigma pendidikan progresif futuristik. Terdapat tiga pilar utama pendidikan progresif. Pertama, pendidikan berpusat pada anak. Pendidikan ini akan mengembangkan kemampuan individu, kreatif, mandiri, dan mengembangkan secara optimal potensi anak-anak ...”

Sapaat (2002:1) menegaskan bahwa situasi pembelajaran yang student centered menuntut guru agar lebih proaktif dalam membantu perkembangan belajar siswa dengan menjadi fasilitator.
Lebih lanjut Soenardiyanto (2004:17) menuliskan dalam penelitiannya:
”untuk menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar peserta didik, pembelajaran di sekolah harusnya berubah dari yang teacher centered menjadi yang student centered. Permasalahan tersebut membutuhkan suatu solusi yang konkret ... adalah dengan meningkatkan mutu proses belajar mengajar, antara lain dengan menerapkan metode-metode belajar yang lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan semua potensi yang dimiliki dengan paradigma pembelajaran baru. Pembelajaran yang menggunakan paradigma baru tersebut adalah pembelajaran kontekstual (contextual learning) (Depdiknas, 2002:1)”.
More aboutIdentifikasi Strategi Pembelajaran Matematika dalam Menyikapi Pergeseran Paradigma dari Teacher centered ke Student centered pada Guru SMP/MTs Negeri di Kota Mataram